Jepri Yarsah, AMTE, S.T mahasiswa S2 Program Studi Magister Manajemen pada Sekolah Pascasarjana Universitas Lancang Kuning (Unilak), mengangkat isu strategis dalam pengelolaan sumber daya manusia di sektor kesehatan, khususnya dalam konteks budaya kerja rumah sakit. Di bawah bimbingan Dr. Richa Afriana Munthe, S.E., M.M. dan Dr. Imran Al Ucok Nasution, S.T., M.M., Jepri menyoroti pentingnya peran budaya organisasi dalam menciptakan lingkungan kerja yang mendukung kolaborasi antarprofesi, keselamatan pasien, dan mutu pelayanan.
Rumah sakit merupakan organisasi pelayanan kesehatan yang kompleks dan padat karya. Keberhasilan operasionalnya sangat bergantung pada kualitas interaksi antara berbagai profesi seperti dokter, perawat, apoteker, tenaga administrasi, hingga petugas kebersihan. Dalam lingkungan seperti ini, budaya kerja yang positif menjadi fondasi penting untuk mendorong kerja sama tim, mengurangi konflik, dan meningkatkan kepuasan pasien.
Permasalahan yang dihadapi mencakup: (1) lemahnya budaya kolaboratif antarprofesi, (2) meningkatnya risiko burnout akibat tekanan kerja yang tinggi, (3) potensi kesalahan medis akibat miskomunikasi, serta (4) kurangnya kepemimpinan yang mampu membentuk nilai-nilai bersama dalam organisasi.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Jepri mengusulkan penerapan Transformational Leadership Theory sebagaimana dikembangkan oleh Bass dan Avolio (1994). Teori ini menjelaskan bahwa pemimpin transformasional mampu membentuk budaya kerja yang kuat melalui pengaruh ideal (idealized influence), motivasi inspirasional, stimulasi intelektual, dan perhatian individual. Dalam konteks rumah sakit, kepemimpinan transformasional dapat mendorong kolaborasi lintas profesi, memperkuat komitmen terhadap mutu pelayanan, dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih manusiawi dan produktif.
Sebagai solusi profesional, Jepri mengusulkan beberapa langkah konkret: (1) Menanamkan budaya pelayanan prima sebagai sistem nilai bersama yang mencerminkan empati, profesionalisme, dan komitmen terhadap mutu. (2) Menyelenggarakan pelatihan kepemimpinan transformasional bagi kepala unit dan manajer rumah sakit untuk memperkuat peran mereka sebagai agen budaya. (3) Membangun forum komunikasi lintas profesi untuk memperkuat koordinasi dan saling pengertian antar tenaga kesehatan. (4) Menyusun indikator budaya kerja dalam sistem evaluasi kinerja rumah sakit agar nilai-nilai kolaboratif dan pelayanan prima menjadi bagian dari standar mutu.
Pendapat profesional Jepri Yarsah, AMTE, S.T ini mendapatkan tanggapan dari Dr. Chandra Bagus, S.T., M.M., seorang praktisi manajemen dan engineering. Menurutnya, Transformational Leadership Theory termasuk dalam kategori Middle-Range Theory karena memiliki cakupan yang cukup luas namun sangat aplikatif dalam konteks organisasi pelayanan. Teori ini sangat relevan diterapkan di rumah sakit karena mampu menjembatani antara visi strategis dan perilaku kerja sehari-hari.
Sebagai penguatan solusi, Dr. Chandra Bagus mengusulkan pembentukan
Culture & Collaboration Taskforce, yaitu tim lintas profesi yang bertugas
merancang inisiatif budaya kerja, memfasilitasi dialog antarunit, dan memantau
iklim organisasi secara berkala. Tim ini diharapkan menjadi penggerak budaya
pelayanan prima yang berkelanjutan dan berorientasi pada keselamatan serta
kepuasan pasien.